Assalamualaikum...
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah Ta’ala atas segala karunia, hidayah dan
berjuta kenikmatan tak terhingga yang telah Dia anugerahkan kepada kita
semua.
Shalawat
dan salam semoga selalu tercurahkan ke haribaan baginda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam, beserta para keluarga, sahabat, dan semua orang yang
mengikutnya hingga Hari Kemudian.
Selanjutnya
marilah kita meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan
sebenar-benar takwa, yakni dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi
segala laranganNya.
Di zaman yang semakin dekat dengan Hari Akhir ini, kita menyaksikan suatu fenomena memprihatinkan yang menimpa kaum Muslimin, yaitu sebuah kenyataan bahwa sangat banyak di antara manusia yang mengaku beragama Islam namun tidak memahami hakikat agama Islam yang dianutnya, bahkan tingkah laku keseharian mereka sangatlah jauh dari nilai-nilai Islam itu sendiri.
Di
antara bentuk riil kondisi sebagian kaum Muslimin yang sangat menyedihkan
tersebut adalah semakin banyaknya orang-orang Islam masa sekarang yang mulai
meremehkan dan menyia-nyiakan shalat, bahkan tidak sedikit dari mereka yang
berani meninggalkannya dengan sengaja dan terang-terangan. Padahal dalam agama
Islam, shalat memiliki kedudukan yang tidak bisa ditandingi oleh ibadah
lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam menerima wahyu perintah shalat, yaitu dengan dimi'-rajkan ke langit
didampingi malaikat Jibril ‘Alaihis salam. Setelah beliau sampai di Sidratul
Muntaha, Allah Ta’ala berbicara langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Yang demikian itu menunjukkan bahwa betapa agung kedudukan ibadah
shalat dalam Islam, karena ia adalah tiang agama, di mana agama ini tidak akan
tegak kecuali dengannya. Dalam satu hadits shahih Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
"Pokok agama adalah Islam (berserah diri), tiangnya adalah
shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah." (HR. at-Tirmidzi no. 2616).
Shalat merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan setelah ikhlas dan tauhid, sebagaimana Firman Allah Ta’ala,
"Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah
agama yang lurus." (Al-Bayyinah:
5).
Dan sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
"Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia hingga
mereka bersaksi bahwasanya tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan
Muhammad adalah utusan Allah, kemudian mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Apabila mereka melakukan itu, maka darah dan harta mereka terpelihara dariku
kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka diserahkan kepada Allah." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Shalat
juga merupakan amal pertama kali yang akan dihisab di Hari Kiamat kelak,
seperti tersebut dalam hadits dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari amal seorang
hamba pada hari Kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik, maka ia telah
berbahagia dan sukses, tetapi apabila shalatnya jelek, maka ia telah celaka dan
rugi." (HR.
at-Tirmidzi, no. 413).
Di
samping itu, shalat adalah wasiat terakhir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada umatnya, sebagaimana telah diriwayatkan dari Ummu Salamah
Radhiyallahu ‘anha bahwasanya ia berkata,
"Wasiat terakhir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah, 'Kerjakanlah shalat, Kerjakanlah shalat, dan tunaikanlah kewajiban
kalian terhadap budak-budak yang kalian miliki." (HR. Ahmad, no. 25944).
Inilah
gambaran agungnya kedudukan ibadah shalat dalam agama Islam yang kita anut,
sehingga al-Qur`an dan as-Sunnah yang shahih telah memberikan ancaman keras
bagi orang yang meninggalkan shalat. Dalam surat al-Muddatstsir ayat 42-43
Allah Ta’ala berfirman,
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (Neraka)?"
Mereka menjawab, "Kami dahulu (di dunia) tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat."
Adapun di dalam as-Sunnah
disebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat diancam akan dikumpulkan
bersama Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang menjaganya (shalat fardhu) maka pada Hari
Kiamat dia akan memperoleh cahaya, bukti nyata (yang akan membelanya), dan
keselamatan. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya, maka dia tidak memiliki
cahaya, bukti nyata (yang akan membelanya), dan keselamatan, serta pada Hari Kiamat
dia akan (dikumpulkan) bersama Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin
Khalaf." (HR.
Ahmad, no. 6540 dan ad-Darimi, no. 2721, Shahih Ibnu Hibban, no.1476. Syu'aib
al-Arna'uth mengatakan 'Isnadnya shahih.' Didhaifkan oleh al-Albani di dalam
Dhaif al-Jami' no. 2851).
Lantas, apa hukum orang yang
meninggalkan shalat?
Seluruh
ulama umat Islam sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena
mengingkari kewajibannya adalah kafir. Namun kemudian mereka berbeda pendapat
tentang orang yang meninggalkan shalat tanpa mengingkari kewajibannya. Di
antara mereka ada yang berpendapat bahwa ia telah kafir dan keluar dari Islam.
Sementara yang lain menyatakan bahwa hukumnya masih berada di bawah kesyirikan
dan kekafiran.
Para
ulama juga berbeda pendapat tentang hukuman yang layak bagi orang yang
meninggalkan shalat. Sebagian mereka berpendapat bahwa hukumannya adalah didera
dan dipenjara, sedangkan yang lain mengatakan bahwa ia harus dibunuh sebagai
hukum had baginya, bukan karena murtad.
Akan
tetapi jama'ah sekalian, terlepas dari perbedaan penda-pat para ulama tentang
hukum dan hukuman bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, hendaknya
seorang Muslim merasa takut apabila keislamannya diperdebatkan oleh para ulama
dengan sebab meninggalkan shalat. Meski seharusnya sudah cukup bagi kita untuk
merasa takut untuk meninggalkan shalat dikarenakan ancaman yang begitu keras
dari Allah Ta’ala maupun dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga
Ibnul Qayyim rahimahulloh berkata, "Orang yang meninggalkan shalat telah
berbuat dosa besar yang paling besar, lebih besar dosanya di sisi Allah
daripada membunuh jiwa dan mengambil harta orang lain. Lebih besar dosanya
daripada berzina, mencuri dan minum khamar. Orang yang meninggalkan shalat akan
mendapatkan hukuman dan kemurkaan Allah di dunia dan di Akhirat." (Lihat
Kitab Ash-Shalah wa Hukmu Tarikiha hal. 9, karya Ibnul Qayyim).
Shalat
adalah kebutuhan batin seorang hamba, layaknya makan dan minum sebagai
kebutuhan lahirnya. Sehari saja manusia tidak makan, maka badannya akan terasa
lemas dan tidak berdaya. Makan adalah hajat manusia dan penopang kesehatan
badannya. Kebutuhan jasmani terhadap makanan harus dipenuhi, sebagaimana
kesehatan rohani juga harus dipenuhi. Kebutuhan hati kita harus dipenuhi dengan
banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala, dan di antaranya adalah dengan
mengerjakan shalat.
Perhatikanlah
orang-orang yang tidak shalat! Hidupnya tidak mengalami ketenangan, meskipun
secara lahiriyah hidupnya kaya raya dan mempunyai harta yang berlimpah, namun
mereka sama sekali tidak mengalami ketenangan dan tidak juga kenyamanan.
Berbeda dengan orang yang shalat, ia merasa tenang dan bahagia. Melaksanakan
shalat dapat menenangkan hati, karena di dalam shalat mengandung dzikrullah
(mengingat Allah) dan itu membawa kepada ketenangan batin, sebagaimana Firman
Allah Ta’ala,
"Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenang." (Ar-Ra'd:
28).
Jiwa
orang yang melakukan shalat akan mengalami ketenangan dan akan mendapatkan
thuma'ninah dalam hidup. Berbeda dengan orang yang enggan shalat. Hidupnya
mengalami was-was, tidak tenang, ketakutan, dan selalu diganggu oleh
setan.
Tunaikanlah
shalat karena ajal begitu dekat. Laksanakanlah perintahNya selagi amal masih
dicatat. Segeralah bertaubat sebelum pintuNya tertutup rapat. Jadilah hamba
yang taat demi meraih surgaNya yang penuh dengan nikmat.
Jika
meninggalkan shalat memang perkara yang boleh disepelekan atau ditolerir,
niscaya orang yang sedang sakit tidak akan diperintahkan untuk mengerjakannya.
Logika manakah yang membenarkan diperbolehkannya meninggalkan shalat bagi orang
yang sehat, sementara orang yang sakit saja tetap diwajibkan untuk
mengerjakannya? Ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat cenderung
menuruti hawa nafsunya, mengikuti keinginan syahwat, serta mengabaikan jalan
yang lurus dan sesuai dengan logika akal manusia.
Bagaimana
pun keadaan yang kita alami, maka shalat tetap wajib kita lakukan, baik ketika
sehat ataupun sedang sakit, dalam keadaan safar maupun bermukim. Shalat wajib
yang lima waktu harus tetap dikerjakan, bagaimana pun kondisi kita.
Oleh
sebab itu hadirin sekalian, dalam khutbah yang singkat ini khatib ingin
menasihati khatib pribadi dan jama'ah sekalian, janganlah sekali-kali kita
meremehkan shalat apalagi meninggal-kannya. Jadilah kita termasuk hamba-hamba
Allah yang selalu menjaga shalat, karena kita tidak tahu berapa umur kita yang
ter-sisa. Berapa pun panjangnya usia kita, namun kita meyakini bahwa kita pasti
akan meninggalkan dunia yang fana ini. Dan setiap orang yang mengadakan
perjalanan pasti membutuhkan bekal. Sementara perjalanan yang satu ini adalah
perjalanan yang sangat panjang dan tidak akan kembali lagi. Barangsiapa yang
dalam perjalanan tersebut tidak memiliki bekal, maka ia berarti telah menderita
kerugian yang tak akan tergantikan dan tidak ada bandingannya. Bagaimana
seseorang selalu lalai, sementara usianya berlalu bagaikan awan yang berarak di
angkasa. Tiba-tiba saat ia dipanggil untuk memenuhi janji yang tidak dapat
ditunda-tunda (kematian), maka ia pun kemudian mencari bekal, hanya saja yang
ia dapati hanyalah tanah, sementara ia tidak mendapatkan orang yang dapat
menyelamatkannya atau menolongnya, wal'iyadzu billah.
Mudah-mudahan
Allah memberikan kita petunjuk untuk melaksanakan shalat yang lima waktu dan
melaksanakan kebaikan sesuai dengan syariat. Mudah-mudahan Allah menjadikan
hari-hari kita penuh dengan amal shalih yang akan membawa kita kepada
kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan di akhirat. Mudah-mudahan Allah
senantiasa memberikan hidayah pada segala urusan kita, dan memberikan petunjuk
kepada kita semua dalam menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang
Allah berikan nikmat kepada mereka, jalan para nabi, orang-orang yang jujur,
dan para syuhada, serta orang-orang yang shalih, bukan jalan orang-orang yang
dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang tersesat.
Dikutib dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan
Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta). http://www.alsofwah.or.id/
Tiada ulasan:
Catat Ulasan